Industri makanan berlomba-lomba memproduksi bumbu instan yang awalnya hanya sekadar penyedap rasa, kini merambah, seperti bumbu nasi goreng, kari, gulai, rendang, dan sebagainya.
Tidak hanya berupa bumbu kemasan, di pasar tradisional juga ditemui berbagai macam bumbu siap pakai yang dikenal dengan bumbu giling. Namun, baik bumbu kemasan maupun giling memiliki titik kritis yang perlu diperhatikan dari segi kehalalan dan ketoyibannya.
Menurut International Glutamate Information Service (IGIS), Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dan glutamat, sebuah asam amino yang terbentuk alami yang terdapat dalam semua protein seperti susu, daging, ikan, dan sayuran.
Dosis MSG yang direkomendasikan oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) adalah sekitar 30 miligram per berat badan.
Titik Kritis Halal Penyedap Rasa Instan
Yang menajdi titik kritis kehalalan MSG adalah media yang digunakan dalam proses pembuatannya. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri (Brevibacterium lactofermentum). Dalam proses fermentasi diperlukan media untuk pengembangbiakan mikroba untuk mempercepat hasil fermentasi. Biasanya media pengembangbiakan mikroba menggunakan enzim yang terkandung dalam hewan. Hewan yang digunakan tersebut harus jelas kehalalannya.
Titik Kritis Halal Penyedap Rasa Instan
Selain dalam proses fermentasi, titik kritis lainnya, yaitu penambahan minyak yang sering ditemui dalam bumbu instan yang basah. Minyak yang digunakan harus jelas berasal dari minyak nabati atau minyak hewani.
Titik Kritis Halal Bumbu Giling
Bumbu giling ini selain dibedakan dari rasa, juga dari warnanya. Untuk menarik pembeli, biasanya mereka menggunakan bahan pewarna makanan.Jika menggunakan bahan pewarna makanan, tidak jadi masalah, yang dikhawatirkan adalah pewarna yang digunakan dari pewarna tekstil, karena berbahaya bagi kesehatan.
Bumbu giling dan bumbu instan juga sering ditemukan mengandung bahan pengawet atau benzoat, tetapi biasanya kadarnya masih rendah dan kadar racunnya pun masih minim.