Rasulullah saw dibuatkan rendaman kismis (infus water) diwaktu petang, kemudian pada pagi harinya beliau meminumnya, kemudian meminumnya lagi pada pagi dan malam berikutnya (hari kedua). Demikian juga pada pagi dan petang hari berikutnya lagi (hari ketiga) yaitu pada ashar. Jika masih ada sisanya, beliau memberikannya kepada pembantu, atau menyuruhnya untuk membuangnya (H.R.Muslim dari Ibn ‘Abbas ra). Kata-kata (pada hari ketiga yang terdapat dalam teks hadis) menunjukkan bahwa rendaman kismis setelah tiga hari diduga kuat telah berubah menjadi memabukkan, sehingga diarahkan untuk menjauhinya/tidak meminumnya. (Al-Syaukani, Nail al-Authar, jld 3, hlm, 183).
Pendapat Imam al-Mawardi mengenai definisi dan batasan mabuk sebagai berikut: “dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. MenurutImam Abu Hanifah batasan mabuk ialah hilangnya akal sehingga tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan tidak bisa membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut ulama Syafi’iyah,batasan mabuk ialah jika orang yang mabuk tersebut bicaranya tidakkaruan sehingga tidak bisa dipahami dan berjalan dengansempoyongan. Sedangkan jika kondisinya lebih dari itu maka orangtersebut telah sangat mabuk”. (Al-Mawardi, al-Ahkam asSulthaniyah, Juz I, hlm. 462)
Memutuskan yang diantaranya adalah:
- Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur maupun yang lainnya, baik dimasak maupun tidak
2. Penggunaan produk-antara (intermediate product) yang tidak dikonsumsi langsung seperti flavour yang mengandung alkohol/etanol non khamr untuk bahan produk makanan hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.
3. Produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
4. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri Fermentasi non khamr) untuk bahan produk makanan hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.
Makanan atau minuman yang mengandungi alkohol secara semula jadi seperti buah-buahan, kekacang atau bijirin serta perahannya, atau alkohol yang terkandung itu terjadi secara sampingan semasa proses pembuatan makanan atau minuman adalah tidak najis dan harus (boleh) dimakan/diminum. Setiap minuman arak mengandungi alkohol tetapi bukan semua alkohol adalah arak. Tahap Pertama Proses fermentasi non khmar dimana produk antara yang terbentuk mengandung alkohol kurang dari 0,5 % (MUI) atau 1% (JAKIM) diperbolehkan dikonsumsi.